https://journal.unej.ac.id/PLR/issue/feed PUSKAPSI Law Review 2025-01-13T20:32:12+07:00 Fahmi Ramadhan Firdaus fahmirf@unej.ac.id Open Journal Systems <table class="data" style="height: 261px;" width="581" bgcolor="#ffffff"> <tbody> <tr valign="top"> <td rowspan="10"><img src="https://jurnal.unej.ac.id/public/site/images/adminjik/Cover_JIK.png" alt="" width="303" height="428" /></td> <td> </td> <td width="20%">Jurnal</td> <td width="80%">: <a href="https://journal.unej.ac.id/PLR/index">PUSKAPSI Law Review</a></td> </tr> <tr valign="top"> <td> </td> <td width="20%">Publikasi Sejak</td> <td width="80%">: 2021</td> </tr> <tr valign="top"> <td> </td> <td width="20%">DOI</td> <td width="80%">: <a href="https://journal.unej.ac.id/PLR/management/settings/10.19184/puskapsi">10.19184/puskapsi</a></td> </tr> <tr valign="top"> <td> </td> <td width="20%">e-ISSN</td> <td width="80%">: <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/20210618261672411">2798-1053</a></td> </tr> <tr valign="top"> <td> </td> <td width="20%">Terbitan</td> <td width="80%">: <a href="https://journal.unej.ac.id/PLR/about">2 Issues per year | June and December</a></td> </tr> <tr valign="top"> <td> </td> <td width="20%">Bahasa</td> <td width="80%">: <a href="https://journal.unej.ac.id/PLR/about">English and Indonesian</a></td> </tr> <tr valign="top"> <td> </td> <td width="20%">Editor-in-Chief</td> <td width="80%">: <a href="https://sinta.kemdikbud.go.id/authors/profile/6041737">Rosita Indrayati</a></td> </tr> <tr valign="top"> <td> </td> <td width="20%">Penerbit</td> <td width="80%">: <a href="https://law.unej.ac.id/" target="_blank" rel="noopener">Faculty of Law, University of Jember</a></td> </tr> </tbody> </table> <p><strong>PUSKAPSI Law Review</strong> adalah <em>peer-reviewed journal</em> yang diterbitkan oleh Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI), Fakultas Hukum Universitas Jember, Indonesia. Publikasi dalam jurnal ini berfokus pada kajian tentang Pancasila, Konstitusi, Hukum, dan Administrasi Negara dengan pendekatan doktrinal, empiris, sosio-legal, serta komparatif yang terbit dua kali dalam setahun, yaitu pada bulan Juni dan Desember.</p> https://journal.unej.ac.id/PLR/article/view/3935 Reformulasi Prapenuntutan dalam KUHAP untuk Mewujudkan Asas Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan dalam KUHAP In-Constituendum 2024-12-11T19:43:47+07:00 M. Arief Amrullah arief.fh@unej.ac.id <p>Ketika lahirnya KUHAP sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1981 telah diujikan sebagai karya agung bangsa Indonesia yang menggantikan Hukum Acara Pidana yang diatur dalam Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR). Karena, ketentuan dalam HIR orientasinya memandang tersangka atau terdakwa sebagai obyek dan bukan subyek. Itulah latar belakang lahirnya KUHAP. Salah satu ketentuan yang diatur dalam KUHAP adalah mengenai prapenuntutan yang dalam perkembangannya memerlukan untuk dilakukan reformulasi. Karena, proses prapenuntutan dalam KUHAP telah menghadirkan permasalahan adanya ketidak pastian hukum dengan bolak-baliknya berkas perkara dari penyidik ke penuntut umum menjadikan proses tersebut menjadi rumit dan menyita waktu yang relatif lama untuk sampai dilimpahkan ke pengadilan. Kondisi ini sangat merugikan para pencari keadilan (korban). Upaya reformulasi telah dilakukan dalam RUU KUHAP, namun belum berorientasi pada asas sederhana, cepat dan biaya ringan. Demikian juga, dalam Putusan MK. No. 130/PUU-XIII/2015. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mereformulasi ketentuan prapenuntutan yang berorientasi pada asas sederhana, cepat dan biaya ringan sebagaimana diamanatkan dalam KUHAP dan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009. tentang Kekuasaan Kehakiman. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian untuk penulisan artikel ini, menggunakan legal research (desk research). Hasil dari penelitian ini, bahwa ketentuan yang mengatur mengenai prapenuntutan belum menjamin adanya kepastian hukum, sehubnungan dengan bolak-baliknya berkas perkara dari penyidik ke penuntut umum, akibatnya cenderung merugikan kepentingan pencari keadilan. Karena itu ke depan ketentuan mengenai prapenuntutan sudah seharusnya berbasis pada asas sederhana, cepat dan biaya ringan, dan agar lebih menunjang asas tersebut dalam proses prapenuntutan perlu beradaftasi dengan teknologi informasi.</p> 2024-12-30T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 PUSKAPSI Law Review https://journal.unej.ac.id/PLR/article/view/2590 Politik Hukum Pengesahan Undang-Undang Sistem Pemilihan Umum Nasional: Studi Teoritis Unifikasi Rezim Pemilihan Umum Dan Pemilihan Kepala Daerah 2024-12-13T06:51:03+07:00 Indra Bayu Nugroho indrabayunugroho14@gmail.com <p>Dinamika Pemilihan Kepala Daerah telah menimbulkan lahirnya ketidakpastian hukum bagi demokrasi di Indonesia. Konstitusi secara nomenklatur sebenarnya telah membedakan rezim dari Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah. Namun fakta menunjukkan bahwa terdapat inkonsitensi Mahkamah Konstitusi, dalam memutus perkara yang berkaitan dengan klasifikasi rezim dari Pemilihan Kepala Daerah. Beberapa kali Mahkamah Konstitusi dalam putusannya memberikan justifikasi dalam putusannya bahwa pilkada merupakan bagian dari pemilu, namun begitu juga dengan sebaliknya beberapa kali Mahkamah Konstitusi juga memberikan justifikasi bahwa pilkada merupakan rezim tersendiri diluar pemilihan umum. Inkonsistensi tersebut kemudian juga berpengaruh pada pembentukan Undang-Undang antara pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah yang terdiferensiasi. Menurut penulis adanya inkonsistensi tersebut merupakan bentuk ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. Putusan Mahkamah Konstitusi yang paling akhir mengenai permasalahan tersebut telah mengafirmasikan bahwa pemilu dan pilkada merupakan satu kesatuan. yakni Putusan Nomor. 85/PUU-XX/2022. Sehingga berkaca pada hal tersebut seharusnya dilakukan unifikasi Undang-Undang mengenai pemilu dan pilkada. Politik hukum unifikasi tersebut sejatinya adalah sebuah konsekuensi yang sangat lazim atas dasar putusan Mahkamah Konstitui tersebut, unifikasi dibutuhkan untuk menjadikan pemilu dan pilkada berada pada rezim dan mekanisme yang linear dan sistematis. artikel ilmiah ini dirumuskan menggunakan metode penelitian hukum normatif atau doktrinal yang dilakukan dengan melakukan kajian secara mendalam terhadap sumber-sumber bahan hukum yang didapatkan mengenai permasalahan yang dilanjtkan dengan merumuskan suatu Solusi atas anomaly atau problematika yang terjadi. Hasil dari penelitian ini adalah diperlukannya sesegera mungkin unifikasi Undang-Undang Pemilu dan Pilkada yang sampai saat ini masih terdiferensiasi. Unifikasi tersebut penting bagi terwujudnya sistem pemilihan umum yang harmonis dan sistematis serta sebagai aktualisasi dari kepastian hukum dalam pemilu. Undang-Undang tersebut nantinya memiliki nomenklatur Undang-Undang Sistem Pemilihan Umum Nasional.</p> 2024-12-30T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 PUSKAPSI Law Review https://journal.unej.ac.id/PLR/article/view/4163 Posisi, Relevansi dan Ilusi : Desain “Advokasi Pembinaan Ideologi Pancasila” Dalam Sistem Pendidikan Nasional (In Dept Review Internalisasi Pancasila Terhadap Aksi Perundungan Peserta Didik) 2024-12-24T23:24:57+07:00 Mohamad Rifan moh.rifan@ub.ac.id Gilang Ramadhan gilangramadhan@gmail.com <p><span class="s14">Pertanyaan “</span><span class="s15">sejauh mana Pancasila </span><span class="s15">bercengkrama</span><span class="s15"> dengan Sistem Pendidikan Nasional?” </span><span class="s14">sekiranya akan menimbulkan rentetan jawaban terkait </span><span class="s14">posisi, relevansi dan ilusi yang ditawarkan pada Sistem Pendidikan Nasional saat ini. Dewasa ini, </span><span class="s14">aksi “Advokasi dan Pembinaan” atas nilai-nilai Pancasila penulis berikan label “posisi, relevansi, dan ilusi” karena tidak diakui dalam Peraturan </span><span class="s14">Perundang-Undangan</span> <span class="s14">manapun</span><span class="s14"> di sektor Pendidikan dan dianggap tidak mampu terinternalisasi dengan bukti maraknya </span><span class="s14">perundungan</span><span class="s14"> peserta didik di Indonesia. Kondisi ini diperburuk dengan penyempitan “Advokasi” oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hanya terbatas pada upaya-upaya </span><span class="s14">nonlitigasi</span><span class="s14">. Melalui metode Penelitian Yuridis </span><span class="s14">Normati</span><span class="s14">, penelitian ini berusaha menjawab beberapa persoalan sebelumnya. Berdasarkan pada pembahasan </span><span class="s14">diatas</span><span class="s14">, dapat disimpulkan bahwa: </span><span class="s15">Pertama, </span><span class="s14">, Ketiadaan penjelasan Pancasila dan pembatasan Advokasi menjadi cermin bahwa tidak ada Relasi atas Desain “Advokasi Pembinaan” dalam Sistem Pendidikan Nasional selama ini, dikarenakan </span><span class="s14">Adokvasi</span><span class="s14"> dan Pembinaan khususnya berkaitan dengan nilai-nilai Pancasila masih belum terdesain dalam batang tubuh peraturan perundang-undangan tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Dampaknya</span><span class="s16">, </span><span class="s14">peningkatan</span> <span class="s14">Perundungan</span> <span class="s14">secara umum tidak dapat </span><span class="s14">direspon</span><span class="s14"> melalui aktivitas advokasi dan pembinaan oleh Pihak Ketiga (salah satunya BPIP) –selain </span><span class="s14">Indeks Aktualisasi Pancasila (IAP) belum mampu </span><span class="s14">merespon</span> <span class="s14">problematika</span><span class="s14">perundungan</span><span class="s14"> peserta didik</span><span class="s14">–. Sehingga </span><span class="s14">kedepannya</span><span class="s14"> perlu perubahan </span><span class="s14">Undang-Undang</span><span class="s14"> Sistem Pendidikan Nasional dan beberapa Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan agar memiliki kewenangan dan kejelasan </span><span class="s14">proseduran</span><span class="s14"> terhadap aktivitas Advokasi dan Pembinaan upaya-upaya </span><span class="s14">interanlsaisi</span><span class="s14"> Pancasila.</span></p> 2024-12-30T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 PUSKAPSI Law Review https://journal.unej.ac.id/PLR/article/view/4375 Mahkamah Konstitusi Sebagai The Guardian of Ideology Perspektif Hukum Positif Indonesia 2024-12-29T13:24:24+07:00 Geofani Milthree Saragih geofanimilthree@gmail.com <p>Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki peran strategis sebagai penjaga ideologi negara atau <em>The Guardian of Ideology</em> dalam sistem hukum Indonesia. Sebagai lembaga yang berwenang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, MK bertanggung jawab memastikan bahwa setiap produk legislasi sejalan dengan nilai-nilai ideologi Pancasila. Dalam konteks ini, MK berfungsi sebagai benteng terakhir untuk mencegah adanya undang-undang yang berpotensi merusak sendi-sendi ideologi negara. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, kasus, dan konseptual. Sumber data mencakup bahan hukum primer, seperti UUD 1945 dan putusan MK, serta bahan hukum sekunder yang meliputi literatur, jurnal, dan dokumen hukum lain yang relevan.&nbsp;&nbsp; Hasil kajian menunjukkan bahwa MK secara konsisten menjalankan perannya sebagai penjaga ideologi negara melalui pengujian konstitusionalitas yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Sebagai contoh, dalam beberapa putusan, MK menegaskan bahwa ideologi Pancasila menjadi dasar utama dalam menilai konstitusionalitas norma hukum. Namun, tantangan implementasi peran ini tidak dapat diabaikan, terutama karena dinamika politik, tekanan sosial, dan kepentingan pragmatis yang sering kali memengaruhi proses legislasi. Penelitian ini memberikan pemahaman komprehensif mengenai kontribusi MK dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan hak asasi manusia, dan penerapan prinsip-prinsip demokrasi yang selaras dengan Pancasila. Dengan demikian, MK tidak hanya bertindak sebagai penjaga konstitusi, tetapi juga sebagai penjamin ideologi negara, yang memastikan bahwa Pancasila tetap menjadi pedoman utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.</p> 2024-12-30T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 PUSKAPSI Law Review https://journal.unej.ac.id/PLR/article/view/4214 Konstruksi Kabinet Presidensial yang Profesional dan Bebas dari Monopoli Partai Politik: Peluang dan Tantangan Kabinet Merah Putih 2024-12-18T20:05:32+07:00 Adam Muhshi adam.muhshi@pasca.unair.ac.id Fenny Tria Yunita fennytriayunita@unej.ac.id <p>Kabinet Presidensial dicirikan sebagai kabinet yang lebih kuat dan stabil dibandingkan kabinet parlementer. Sifat <em>unitary executive</em> yang dimiliki presiden di negara yang menganut sistem presidensial seperti Indonesia menempatkan presiden sebagai pemegang keputusan tertinggi di negara yang tidak dapat digantikan oleh kekuasaan manapun, khususnya dalam hal pengangkatan menteri. Tidak seperti kabinet parlementer yang bernuansa partai politik, kabinet presidensial lebih mereprentasikan independensi dan kekuasaan presiden yang kuat. Namun dalam kenyatannya penunjukan menteri selalu sarat akan kesepakatan politik presiden dan partai koalisi pendukungnya. Akibatnya pengisian kursi menteri lebih didasarkan pada kepentingan daripada kapasitas dan integritas. Implikasi lain adalah rentannya terbentuk monopoli partai politik tertentu dalam tubuh kabinet yang dapat mengganggu stabilitas pemerintahan. Paper ini akan memfokuskan pembahasan pada dua poin utama. Pertama, upaya konstruksi kabinet Presidensial yang kuat dan profesional. Kedua, upaya meminimalisir dominasi partai politik tertentu dalam tubuh kabinet. Melalui pendekatan konseptual-teoritis yang dielaborasikan dengan studi komparasi dengan beberapa negara seperti Amerika Serikat, Kanada dan Jerman, dapat disimpulkan bahwa untuk membangun kabinet presidensial yang kuat dapat dilakukan melalui penguatan sistem meritokrasi dalam proses seleksi menteri, sedangkan untuk meminimalisir monopoli partai dalam kabinet dapat dibentuk <em>zaken cabinet</em> yang lebih seimbang dan netral.</p> 2024-12-31T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 PUSKAPSI Law Review https://journal.unej.ac.id/PLR/article/view/2617 Politik Hukum Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa dalam Perspektif Pembatasan Kekuasaan dan Akuntabilitas 2024-12-11T19:50:45+07:00 Rafi Al Malik rafialmalik@gmail.com Radian Salman radian.salman@fh.unair.ac.id Rosa Ristawati rosafhunair@gmail.com <p>Debat mengenai perpanjangan masa jabatan kepala desa di Indonesia terus memunculkan pro dan kontra. Secara regulasi, kewenangan untuk memperpanjang masa jabatan kepala desa merupakan kebijakan hukum terbuka, sebuah legislasi politik, namun di sisi lain, dalam prinsip demokrasi terdapat keinginan untuk pembatasan kekuasaan. Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Temuan penelitian menunjukkan bahwa aturan mengenai masa jabatan kepala desa tidak secara eksplisit diatur dalam UUD 1945 Republik Indonesia, berbeda dengan masa jabatan presiden, wakil presiden, dan kepala daerah. Salah satu alasan perbedaan pengaturan ini berasal dari keunikan tata kelola desa dalam struktur negara Indonesia. Dari perspektif pembatasan kekuasaan dan akuntabilitas yang menekankan pentingnya pembatasan kekuasaan, perpanjangan masa jabatan kepala desa berpotensi menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan, seperti kasus korupsi di tingkat desa, yang menempati peringkat tertinggi di antara kasus korupsi yang ditangani oleh lembaga penegak hukum di Indonesia.</p> 2024-12-31T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 PUSKAPSI Law Review https://journal.unej.ac.id/PLR/article/view/4351 Penjatuhan Sanksi Pidana Dibawah Batas Minimum Ancaman Hukuman Bagi Pelaku Tindak Pidana Menambang Terumbu Karang 2024-12-31T00:11:20+07:00 Mochammad Reza Alviansyah 200710101184@mail.unej.ac.id I Gede Widhiana Suarda igedewidhiana.suarda@unej.ac.id Sapti Prihatmini saptipri.fh@unej.ac.id <p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pemidanaan dibawah batas ancaman minimal khusus Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian preskriptif. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Teknik analisis bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan metode silogisme yang menggunakan pola berpikir deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Putusan Mahkamah Agung secara yuridis kurang tepat karena putusan tersebut menyimpangi batas minimum khusus yang telah ditentukan Undang-Undang, akan tetapi secara substansi dapat dibenarkan karena demi keadilan, namun seharusnya penjatuhan pidana didasarkan pada pasal yang didakwakan dan yang dianggap terbukti yaitu Pasal 35 huruf a,b dan d jo pasal 73 ayat (1) Undang-Undang No 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dalam putusan tersebut kasus perkara menambang terumbu karang yang dapat menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang dipidana 1 tahun penjara disertai dengan denda sebesar Rp 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) dengan dengan ketentuan apabila tidak dapat membayar denda maka diganti dengan pidana penjara selama 2 bulan, dimana tertera dalam Undang Undang Nomor 27 tahun 2007 bahwa batas pidana minimum yakni 2 tahun penjara dan paling lama 10 tahun disertai dengan denda minimum Rp 2.000.000.000 dan denda maksimum Rp 10.000.000.000, hal tersebut menggambarkan bahwa adanya ketidakselarasan hukuman yang dijatuhi oleh hakim antara peraturan undang undang dengan putusan Nomor 73/PID.B/2017/PN Sit.</p> 2024-12-31T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 PUSKAPSI Law Review https://journal.unej.ac.id/PLR/article/view/2565 Analisis Perbandingan Pelindungan Data Pribadi antara Indonesia dan Arab Saudi 2024-12-16T23:48:53+07:00 Chessyca Veranda chessyca.veranda-2024@fh.unair.ac.id Muhammad Alwan Zain Nusantara m.alwan.law20@mail.umy.ac.id <p>Perkembangan teknologi dan informasi yang terus berlanjut akan berdampak signifikan pada kehidupan sehari-hari masyarakat, memungkinkan setiap orang untuk mengakses dan menggunakan berbagai informasi dengan mudah. ​​Namun, penggunaan teknologi sering kali diawali dengan data-data, yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengkategorikan individu berdasarkan penggunaan internetnya. Data-data ini harus digunakan secara bertanggung jawab, karena penyalahgunaan dapat menimbulkan masalah hukum dan potensi konsekuensi hukum. Penelitian ini menggunakan metode normatif. Data primer diperoleh dari Undang-Undang Nomor 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dan <em>Personal Data Protection Law</em> (PDPL) Tahun 2023. Data sekunder meliputi jurnal, buku, artikel Ilmiah, dan karya ilmiah lain yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia dan Arab Saudi telah menerapkan regulasi perlindungan data pribadi melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 dan <em>Personal Data Protection Law</em> yang membahas privasi sebagai hak asasi manusia yang fundamental. Regulasi ini memiliki kesamaan prinsip, jenis, subjek, hak, dan kewajiban pengendali dan pengelola data pribadi. Namun, keduanya berbeda dalam hal lembaga pelaksana dan sanksi atas tindak pidana data. Persamaan dan perbedaan ini dapat menjadi panduan bagi Indonesia dalam menerapkan perlindungan data pribadi yang optimal, dengan mempertimbangkan nilai dan prinsip yang dimilikinya.</p> 2024-12-31T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 PUSKAPSI https://journal.unej.ac.id/PLR/article/view/4625 Perspektif Kepastian Hukum: Perlindungan Hukum Terhadap Kurir di Kota Batam dalam Sistem Cash on Delivery 2025-01-13T20:32:12+07:00 Muhammad Naufal Anshari naufalanshari@gmail.com Winda Fitri winda.fitri@uib.ac.id Shenti Agustini shentiagustini@gmail.com <p>Pembeli menganggap paket yang mereka beli melalui jasa pengiriman dan sistem pembayaran online terutama sistem Cash on Delivery sangat menguntungkan. Tetapi tidak sedikit juga masalah yang timbul akibat belanja dari <em>e-commerce</em> dan menggunakan sistem pembayaran <em>Cash on Delivery </em>Banyak pembeli yang menolak untuk membayar paket yang mereka beli karena merasa paket tersebut tidak sesuai, bahkan sampai meminta pengembalian dana dari kurir. Sementara itu, kurir tidak bertanggung jawab atas ketidaksesuaian produk yang diterima, kurir hanya berfungsi sebagai perantara antara penjual dan pembeli kemudian mengantarkan paket dan menagih pembayaran dari mereka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana regulasi tentang perlindungan hukum terhadap kurir dalam sistem pembayaran <em>Cash on Delivery</em>. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis empiris yang dilakukan dengan cara meneliti data primer kemudian didukung dengan data sekunder berupa studi kepustakaan dan perundang-undangan. Hasi dari penelitian ini menemukan bahwa adanya kerugian yang dialami oleh kurir, wajib ada ganti rugi dan pertanggungjawaban penjual apabila terbukti ketidaksesuaian dan kerusakan barang dari awal merupakan akibat dari kesalahan penjual.</p> 2024-12-31T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2024 PUSKAPSI Law Review